Senin, 21 Juni 2010

kebudayaan dan peradaban islam

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Ajaran-ajaran islam yang diyakini oleh umat islam mengandung nilai-nilai islam yang memiliki peran yang sangat penting didalam mengembangkan kebudayaan islam. Disamping itu, ajaran-ajaran islam juga dapat membumikan ajaran utama ( yang sebagai syariah) sesuai dengan kondisi dan kebutuhan hidup umat manusia. Manusia sering dikatakan sebagai mahluk yang paling tinggi dibandingkan dengan mahluk lainnya. Tingginya harkat dan martabat manusia karena manusia mempunyai akal budi. Dengan adanya akal budilah, manusia mampu menghasilkan kebudayaan yang cenderung membuat manusia menjadi lebih baik dan lebih maju. Dengan kebudayaan tersebut manusia memperoleh banyak kemudahan dan kesenangan hidup. Akal budi pun mampu menciptakan dan melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keseluruhan yang dihasilkan akal budi tersebut dapat dikelola untuk menghasilkan produk-produk yang dapat dimanfaatkan oleh manusia guna menuju peradaban yang modern.

Banyak sekali hasilnya dari zaman dahulu sampai sekarang mengenai kebudayaan Islam yang terus-menerus berkembang, misalkan saja dalam sejarah kehidupan Rasulullah Saw, yang telah menyebarkan agama Islam di dunia ini. Banyak kita temui mengenai kepribadian yang seluruh kehidupannya di curahkan untuk agama Allah, dan Beliau di kenal sebagai orang yang banyak berpikir dan memikirkan masyarakat secara serius, dengan keteguhan dan kekuatan kepribadiannya, Nabi merubah pikiran-pikiran, adat-adat dan moral orang-orang Arab. Ia merubah orang kasar menjadi beradab.
Sebelum menginjak kemana-mana, disini pemakalah ingin mengulas sedikit mengenai pengertian dari sejarah peradaban Islam, yang dimana peradaban tersebut bersumber pada islam itu sendiri

Seiring dengan berkembangnya IPTEK manusia akan lebih dapat memilah-milah bagian-bagian yang positif dan negative untuk diri pribadi dan orang lain. Dengan peradaban manusia yang semakin modern maka pola pikir manusia akan lebih berkembang. Apabila dikaitkan dengan sejarah peradaban islam maka manusia merupakan suatu fungsi yang di gunakan untuk meneruskan peradaban dimasa lalu untuk menjalankan peradaban modern. Sejarah peradaban islam digunakan sebagai pedoman agar manusia tidak terjerumus dalam hal-hal yang negatif dan manusia dapat memahami betapa pentingnya Al-Qur’an bagi perkembangan zaman.


B. RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan dalam pembahasan masalah maka penulis membatasi permasalahan ini pada,

1. Pengertian kebudayaan dan peradaban
2. Sosok kebudayaan dan peradaban yang islami
3. Stategi kebudayaan dan peradaban islam

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar agama
2. Untuk mengetahui definisi kebudayaan dan peradaban islam.
3. Agar di jadikan bahan mata kuliah Seminar Agama.


BAB II
PEMBAHASAN
Islam
Islam (dalam bahasa arab: al-islām, الإسلام: "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) : “ Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar kam menjadi susah “. Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yang penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya mencakup segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia, kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah salah satu dari sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah mengatur dan memberikan batasan-batasannya.Tulisan di bawah ini berusaha menjelaskan relasi antara Islam dan budaya. Walau singkat mudah-mudahan memberkan sumbangan dalam khazana pemikiran Islam.

Aspek kebahasaan
Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari tatabahasa bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Bahwa barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..." Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn: "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."
Secara etimologis kata Islam diturunkan dari akar kata yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām, kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" dalam bahasa Indonesia.
Wahyu Mengenai Definisi Islam
"[Jibril bertanya kepada Rasulullah saw] 'Hai Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.' [Rasulullah saw] bersabda: 'Islam ialah hendaknya:
1. bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah,
2. mendirikan Shalat
3. menunaikan Zakat
4. berpuasa di bulan Ramadhan dan
5. beribadah haji di Baitullah jika engkau mampu menempu perjalanannya.
Orang itu [Jibril a.s.] berkata: "Engkau benar!" [Perawi berkata:] Kami merasa heran kepada orang itu. Dia berkata sekaligus membenarkannya.[Kembali Jibril bertanya:] 'Beritahukan kepadaku tentang Iman.' [Rasulullah saw] bersabda: 'Hendaknya engkau beriman kepada:
1. Allah,
2. malaikat-Nya,
3. kitab-kitab-Nya,
4. para Rasul-Nya dan
5. Hari Akhir, serta
6. beriman kepada takdir baik kepada yang baik maupun yang buruk.'
[Lalu Jibril a.s.] berkata 'Engkau benar!"
Definisi Islam dari Hadits
Dalam kesempatan lain "Barangsiapa yang shalat seperti shalat kita, berkiblat pada kiblat kita, dan memakan sembelihan kita maka dia adalah orang Muslim yang mempunyai jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu mengecoh Allah dalam hal jaminan-Nya.
Ibnu Umar pernah menceritakan bahwa Rasulullah - Nabi Muhammad saw. bersabda: "Pengertian Islam adalah sebagai berikut, [yakni menganut] lima pilar (prinsip):
1. Menyatakan Syahadat, yakni menyatakan diri bersaksi: "Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah."
2. Melaksanakan Shalat.
3. Membayar Zakat.
4. Puasa selama Ramadhan.
5. Ziarah ke rumah Allah (Haji).

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Dalam buku The World University Encyclopedia di jelaskan bahwa culture adalah the way of life of a society. It is the totality of the spiritual, intellectual, and artistic attitudes shared by a group, including its tradition, habits, social customs, morals, law, and social relations ( kebudayaan adalah jalan hidup sebuah masyarakat: ia mencakup keseluruhan spiritual, intellectual, sikap artistic yang di hasilkan oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan social)
Sutan Takdir Alisyahbana menjelaskan beberapa pengertian kebudayaan sebagai berikut: (a) kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hokum, moral, adat- istiadat, dan segala kecakapan yang di peroleh manusia sebagai anggota masyarakat: (b) kebudayaan adalah warisan social atau tradisi: (c) kebudayaan adalah cara, aturan dan jalan hidup manusia: (d) kebudayaan adalah penyesuaian manusia terhadap alam sekitarnya dan cara-cara menyelesaikan persoalan: (e) kebudayaan adalah hasil perbuatan atau kecerdasan manusia: dan (f) kebudayaan adalah hasil pergaulan atau perkumpulan manusia.
A. Pengertian Kebudayaan dan Peradaban
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan, Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan Kesustraan 3. Kesenian 4. Ilmu Pengetahuan.
1. Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana ( candi, patung nenek moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem sosial, seperti upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )
2. Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel.
3. Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan performing arts, yang mencakup ; seni rupa ( melukis), seni pertunjukan ( tari, musik, ) Seni Teater ( wayang ) Seni Arsitektur ( rumah,bangunan , perahu ).
4. Aspek ilmu pengetahuan meliputi scince ( ilmu-ilmu eksakta) dan humanities ( sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah ).
a. Hubungan Islam dan Budaya.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya, berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat harkat manusia.
b.Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “ rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya.
Unsur-unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
o alat-alat teknologi
o sistem ekonomi
o keluarga
o kekuasaan politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
o sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
o organisasi ekonomi
o alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
o organisasi kekuatan (politik)

Wujud dan komponen
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
• Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
• Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
• Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
B. Sosok Kebudayaan dan Peradaban Yang Islami

Ada tiga pengertian tentang konsep kebangkitan kembali Islam yang dikemukakan oleh Muzaffar, dua di antaranya adalah : Pertama, konsep ini merupakan suatu penglihatan dari dalam, suatu cara pandang dalam mana kaum muslimin melihat derasnya dampak agama di kalangan pemeluknya. Hal ini menyiratkan kesan bahwa Islam menjadi penting kambali. Artinya, Islam memperoleh kembali prestise dan kehormatan dirinya. Kedua, “kebangkitan kembali” mengisyaratkan bahwa keadaan tersebut telah terjadi sebelumnya. Maka dalam gerak kebangkitan kembali ini terdapat keterkaitan dengan masa lalu; bahwa kejayaan Islam pada masa lalu itu – jejak hidup Nabi Muhammad saw, dan para pengikutnya – memberi pengaruh besar terhadap
pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada “jalan hidup” Islam pada masa lalu.
Menurut Chandra Muzaffar, kebangkitan kembali Islam antara lain diilhami oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, kekecewaan terhadap peradaban Barat secara keseluruhan yang dialami oleh generapi baru Muslim. Kedua, gagalnya sistem sosial yang bertumpu pada kapitalisme dan sosialisme. Ketiga, ketahanan ekonomi negara-negara Islam tertentu akibat melonjakkanya harga minyak, dan Keempat, rasa percaya diri kaum Muslimin akan masa depan mereka akibat kebenangan Mesir atas Israil tahun 1975, revolusi Iran tahun 1979 dan fajar kemunculan kembali peradaban Islam abad ke-15 menurut kalender Islam.

Di sisi lain, sebagian ahli mengatakan bahwa “kebangkitan Islam merupakan wacana yang suram dalam pemikiran Islam kontemporer. “kebangkitan kembali” di atas menyiratkan adanya proses dan gerak berkesinambungan yang mengacu ke masa depan yang dinamik. Dinamik Islam dalam kebudayaan sebagaimana telah dicapainya pada masa-masa keemasannya diharapkan dapat tampil kembali dan sekaligus menjadi tenaga penggerak bagi munculnya kejayaan budaya baru di masa depan. Kejayaan ini hanya akan mucul jika dinamika Islam benar-benar dapat menyentuh dan membangkitkan seluruh rangsangan budaya. Untuk itu sikap kultural yang kreatif harus tumbuh dan menggelora dalam gerak dunia Islam.

tantangan Islam dewasa ini justru dari segi kebudayaan. Artinya pemikiran umat Islam pada “masalah ibadah [formal] sudah “selesai”. Asal ibdat itu dikerjakan dengan baik, benar, khusyu’ dan ikhlas, sudah memenuhi syarat. Umat Islam tidak lagi memikirkan tata cara dan upacaranya, sebab telah ada ketentuan-ketentuan dari Allah yang sudah pasti, permanen dan serba tetap. Namun untuk masalah-maslah kebudayaan meminta perhatian dan pemikiran-pemikiran baru yang kreatif dalam upaya memajukannya”.

kebangkitan Islam dan kebudayaan tergantung kepada umat Islam sendiri, tergantung kepada amal-amal kultural atau aktivitas-aktivitas kebudayaan yang dilakukannya. tanpa amal-amal kultural atau kegiatan kultural, kebangkitan kebudayaan Islam akan hanya merupakan harapan dan pengandaian saja. Tetapi apa yang dikatakan Toynbee [1889-1975 M] bahwa “masa depan dari agama-agama besar di dunia sekarang ini, terga Toynbee mengatakan, bahwa : “Sekarang ini pengharapan kita untuk menolong peradaban dunia hanya tinggal kepada Islam yang masih sehat, kuat, belum telumuri kebenarannya dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang dibawanya sebagai modal untuk menolong seluruh dunia kemanusiaan”

Komponen
• Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
• Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.






Hubungan antara unsur-unsur kebudayaan
Komponen-komponen atau unsur-unsur utama dari kebudayaan antara lain:
Peralatan dan perlengkapan hidup (teknologi)


Teknologi merupakan salah satu komponen kebudayaan.
Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, serta memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi muncul dalam cara-cara manusia mengorganisasikan masyarakat, dalam cara-cara mengekspresikan rasa keindahan, atau dalam memproduksi hasil-hasil kesenian.
Masyarakat kecil yang berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian paling sedikit mengenal delapan macam teknologi tradisional (disebut juga sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik), yaitu:
• alat-alat produktif
• senjata
• wadah
• alat-alat menyalakan api
• makanan
• pakaian
• tempat berlindung dan perumahan
• alat-alat transportasi
Sistem mata pencaharian hidup
Perhatian para ilmuwan pada sistem mata pencaharian ini terfokus pada masalah-masalah mata pencaharian tradisional saja, di antaranya:
• berburu dan meramu
• beternak
• bercocok tanam di ladang
• menangkap ikan
Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Meyer Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri, dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga unilateral.
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan, ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain.
Bahasa memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial. Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesenian


Karya seni dari peradaban Mesir kuno.

Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian yang kompleks.
Sistem ilmu dan pengetahuan
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan. Pengetahuan dimiliki oleh semua suku bangsa di dunia. Mereka memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, intuisi, wahyu, dan berpikir menurut logika, atau percobaan-percobaan yang bersifat empiris (trial and error).
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
• pengetahuan tentang alam
• pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan di sekitarnya
• pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia
• pengetahuan tentang ruang dan waktu
Perubahan sosial budaya


Perubahan sosial budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan asing.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sosial:
1. tekanan kerja dalam masyarakat
2. keefektifan komunikasi
3. perubahan lingkungan alam.
4. Perubahan budaya juga dapat timbul akibat timbulnya perubahan lingkungan masyarakat, penemuan baru, dan kontak dengan kebudayaan lain. Sebagai contoh, berakhirnya zaman es berujung pada ditemukannya sistem pertanian, dan kemudian memancing inovasi-inovasi baru lainnya dalam kebudayaan.
Penetrasi kebudayaan
Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya, masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak keseimbangan dalam masyarakat. Wujud budaya dunia barat antara lain adalah budaya dari Belanda yang menjajah selama 350 tahun lamanya. Budaya warisan Belanda masih melekat di Indonesia antara lain pada sistem pemerintahan Indonesia.

Cara pandang terhadap kebudayaan
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan "budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban" sebagai lawan kata dari "alam".
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada benda-benda dan aktivitas yang "elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah "berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan" dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang "tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih "alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan "tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Kebudayaan sebagai "sudut pandang umum"
Selama Era Romantis, para cendekiawan di Jerman, khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme - seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam "sudut pandang umum".
Pada akhir abad ke-19, para ahli antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi, mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan - kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya - mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi. Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan - perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi atau tempat bekerja.
Kebudayaan sebagai mekanisme stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa (suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme.
Kebudayaan di antara masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas, kelas, aesthetik, agama, pekerjaan, pandangan politik dan gender,
• Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
• Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
• Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
• Multikulturalisme: Sebuah kebijakan yang mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Budaya Indonesia
Kebudayaan Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada sebelum bentuknya nasional Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab. Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama Hindu dan Buddha di Nusantara jauh sebelum Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5 Masehi ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.
Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan Indonesia karena interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang datang dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan lokal modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betawi.
Kebudayaan Arab masuk bersama dengan penyebaran agama Islam oleh pedagang-pedagang Arab yang singgah di Nusantara dalam perjalanan mereka menuju Tiongkok.
Kedatangan penjelajah dari Eropa sejak abad ke-16 ke Nusantara, dan penjajahan yang berlangsung selanjutnya, membawa berbagai bentuk kebudayaan Barat dan membentuk kebudayaan Indonesia modern sebagaimana yang dapat dijumpai sekarang. Teknologi, sistem organisasi dan politik, sistem sosial, berbagai elemen budaya seperti boga, busana, perekonomian, dan sebagainya, banyak mengadopsi kebudayaan Barat yang lambat-laun terintegrasi dalam masyarakat.
Kebudayaan tradisional Indonesia
Rumah adat
• Aceh
• Sumatera Barat : Rumah Gadang
• Sumatera Selatan : Rumah Limas
• Jawa : Joglo
• Papua : Honai
• Sulawesi Selatan : Tongkonang (Tana Toraja), Bola Soba (Bugis Bone), Balla Lompoa (Makassar Gowa)
• Sulawesi Tenggara: Istana buton
• Sulawesi Utara: Rumah Panggung
• Kalimantan Barat: Rumah Betang
• Nusa Tenggara Timur: Lopo
Tarian
• Jawa: Bedaya, Kuda Lumping, Reog.
• Bali: Kecak, Barong/ Barongan, Pendet.
• Maluku: Cakalele, Orlapei, Katreji
• Aceh: Saman, Seudati.
• Minangkabau: Tari Piring, Tari Payung, Tari Indang, Tari Randai, Tari Lilin
• Betawi: Yapong
• Sunda: Jaipong, Reog, Tari Topeng
• Timor NTT: Likurai, Bidu, Tebe, Bonet, Pado'a, Rokatenda, Caci
• Batak Toba & Suku Simalungun: Tortor
• Sulawesi Selatan: Tari Pakkarena, Tarian Anging Mamiri, Tari Padduppa, Tari 4 Etnis
• Pesisir Sibolga/Tapteng: Tari Sapu Tangan , Tari Adok , Tari Anak , Tari Pahlawan , Tari Lagu Duo , Tari Perak , Tari Payung .
• Riau : ( Persembahan, Zapin, Rentak bulian, Serampang dua Belas )
• lampung : ( bedana, sembah, tayuhan, sigegh, labu kayu )
• irian jaya:
Lagu
• Jakarta: Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang Kangkung.
• Maluku : Rasa Sayang-sayange, Ayo Mama
• Melayu : Soleram, Tanjung Katung
• Minangkabau : Kampuang nan Jauh di Mato, Kambanglah Bungo, Indang Sungai Garinggiang
• Aceh : Bungong Jeumpa
• Ampar-Ampar Pisang (Kalimantan Selatan)
• Anak Kambing Saya (Nusa Tenggara Timur)
• Oras Loro Malirin, Sonbilo, Tebe Onana, Ofalangga, Do Hawu, Bolelebo, Lewo Ro Piring Sina, Bengu Re Le Kaju, Aku Retang, Gaila Ruma Radha Nusa Tenggara Timur
• Angin Mamiri (Sulawesi Selatan)
• Anju Ahu (Sumatera Utara)
• Apuse (Papua)
• Ayam Den Lapeh (Sumatera Barat)
• Barek Solok (Sumatera Barat)
• Batanghari (Jambi)
• Bubuy Bulan (Jawa Barat)
• Buka Pintu (Maluku)
• Bungo Bangso (Sumatera Utara)
• Bungong Jeumpa (Aceh)
• Burung Tantina (Maluku)
• Butet (Sumatera Utara)
• Cik-Cik Periuk (Kalimantan Barat)
• Cikala Le Pongpong (Sumatera Utara)
• Cing Cangkeling (Jawa Barat)
• Cuk Mak Ilang (Sumatera Selatan)
• Dago Inang Sarge (Sumatera Utara)
• Dayung Palinggam (Sumatera Barat)
• Dayung Sampan (Banten)
• Dek Sangke (Sumatera Selatan)
• Desaku (Nusa Tenggara Timur)
• Esa Mokan (Sulawesi Utara)
• Es Lilin (Jawa Barat)
• Gambang Suling (Jawa Tengah)
• Gek Kepriye (Jawa Tengah)
• Goro-Gorone (Maluku)
• Gending Sriwijaya (Sumatera Selatan)
• Gundul Pacul (Jawa Tengah)
• Helele U Ala De Teang (Nusa Tenggara Barat)
• Huhatee (Maluku)
• Ilir-Ilir (Jawa Tengah)
• Indung-Indung (Kalimantan Timur)
• Injit-Injit Semut (Jambi)
• Jali-Jali (Jakarta)
• Jamuran (Jawa Tengah)
• Kabile-Bile (Sumatera Selatan)
• Kalayar (Kalimantan Tengah)
• Kambanglah Bungo (Sumatera Barat)
• Kampuang Nan Jauh Di Mato (Sumatera Barat)
• Ka Parak Tingga (Sumatera Barat)
• Karatagan Pahlawan (Jawa Barat)
• Keraban Sape (Jawa Timur)
• Keroncong Kemayoran (Jakarta)
• Kicir-Kicir (Jakarta)
• Kole-Kole (Maluku)
• Lalan Belek (Bengkulu)
• Lembah Alas (Aceh)
• Lisoi (Sumatera Utara)
• Madekdek Magambiri (Sumatera Utara)
• Malam Baiko (Sumatera Barat)
• Mande-Mande (Maluku)
• Manuk Dadali (Jawa Barat)
• Ma Rencong (Sulawesi Selatan)
• Mejangeran (Bali)
• Mariam Tomong (Sumatera Utara)
• Moree (Nusa Tenggara Barat)
• Nasonang Dohita Nadua (Sumatera Utara)
• O Ina Ni Keke (Sulawesi Utara)
• Ole Sioh (Maluku)
• Orlen-Orlen (Nusa Tenggara Barat)
• O Ulate (Maluku)
• Pai Mura Rame (Nusa Tenggara Barat)
• Pakarena (Sulawesi Selatan)
• Panon Hideung (Jawa Barat)
• Paris Barantai (Kalimantan Selatan)
• Peia Tawa-Tawa (Sulawesi Tenggara)
• Peuyeum Bandung (Jawa Barat)
• Pileuleuyan (Jawa Barat)
• Pinang Muda (Jambi)
• Piso Surit (Aceh)
• Pitik Tukung (Yogyakarta)
• Flobamora, Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Timur)
• Rambadia (Sumatera Utara)
• Rang Talu (Sumatera Barat)
• Rasa Sayang-Sayange (Maluku)
• Ratu Anom (Bali)
• Saputangan Bapuncu Ampat (Kalimantan Selatan)
• Sarinande (Maluku)
• Selendang Mayang (Jambi)
• Sengko-Sengko (Sumatera Utara)
• Siboga Tacinto (Sumatera Utara)
• Sinanggar Tulo (Sumatera Utara)
• Sing Sing So (Sumatera Utara)
• Sinom (Yogyakarta)
• Si Patokaan (Sulawesi Utara)
• Sitara Tillo (Sulawesi Utara)
• Soleram (Riau)
• Surilang (Jakarta)
• Suwe Ora Jamu (Yogyakarta)
• Tanduk Majeng (Jawa Timur)
• Tanase (Maluku)
• Tapian Nauli (Sumatera Utara)
• Tari Tanggai (Sumatera Selatan)
• Tebe Onana (Nusa Tenggara Barat)
• Te Kate Dipanah (Yogyakarta)
• Tokecang (Jawa Barat)
• Tondok Kadadingku (Sulawesi Tengah)
• Tope Gugu (Sulawesi Tengah)
• Tumpi Wayu (Kalimantan Tengah)
• Tutu Koda (Nusa Tenggara Barat)
• Terang Bulan (Jakarta)
• Yamko Rambe Yamko (Papua)
• Bapak Pucung (Jawa Tengah)
• Yen Ing Tawang Ono Lintang (Jawa Tengah)
• Stasiun Balapan, Didi Kempot (Jawa Tengah)
• Anging Mamiri, Sulawesi Parasanganta (Sulawesi Selatan)
• bulu londong, malluya, io-io, ma'pararuk (Sulawesi Barat)
Musik
• Jakarta: Keroncong Tugu.
• Melayu : Hadrah, Makyong, Ronggeng
• Makassar : Gandrang Bulo, Sinrilik
• Pesisir Sibolga/Tapteng : Sikambang
Alat musik
• Jawa: Gamelan.
• Nusa Tenggara Timur: Sasando, Gong dan Tambur, Juk Dawan, Gitar Lio.
• Gendang Bali
• Gendang Karo
• Gendang Melayu
• Gandang Tabuik
• Sasando
• Talempong
• Tifa
• Saluang
• Rebana
• Bende
• Kenong
• Keroncong
• Serunai
• Jidor
• Suling Lembang
• Suling Sunda
• Dermenan
• Saron
• Kecapi
• Bonang
• Kendang Jawa
• Angklung
Gambar
• Jawa: Wayang.
• Tortor: Batak
Patung
• Jawa: Patung Buto, patung Budha.
• Bali: Garuda.
• Irian Jaya: Asmat.
Pakaian
• Jawa: Batik.
• Sumatra Utara: Ulos, Suri-suri, Gotong.
• Sumatra Utara, Sibolga: Anak Daro & Marapule.
• Sumatra Barat/ Melayu:
• sumatra selatanSongket
• Lampung : Tapis
• Sasiringan
• Tenun Ikat Nusa Tenggara Timur
• Bugis - MakassarBaju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Suara
• Jawa: Sinden.
• Sumatra: Tukang cerita.
• Talibun : (Sibolga, Sumatera Utara)
Sastra/tulisan
• Jawa: Babad Tanah Jawa, karya-karya Ronggowarsito.
• Bali: karya tulis di atas Lontar.
• Sumatra bagian timur (Melayu): Hang Tuah
• Sulawesi Selatan Naskah Tua Lontara
• Timor Ai Babelen, Ai Kanoik
Makanan
Timor Jagung Bose, Daging Se'i, Ubi Tumis.
Kebudayaan Modern Khas Indonesia
• Musik Dangdut: Elvie Sukaesih, Rhoma Irama.
• Film Indonesia: "Daun di Atas Bantal" (1998) yang mendapat penghargaan Film terbaik di "Asia Pacific Film Festival" di Taipei.
• Sastra: Pujangga Baru.
Kebudayaan dan peradaban
Sebuah peradaban adalah sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga, agama, iptek, sastra serta filsafat.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis.
[1] Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan ... kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat".
[2] Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adlah istilah "peradaban" dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep dari "peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa".
[3] masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota. "Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.


Hubungan Kebudayaan dengan Peradaban

Selo Soemrdjan dan Soelaeman Soemardi menjelaskan bahwa kebudayaan dalam arti sebagai semua karya, rasa, dan cipta manusia di miliki oleh setiap masyarakat. Perbedaannya terletak pada kemajuan dan kesempurnaan: kebudayaan masyarakat yang satu lebih maju atau lebih sempurna dari pada kebudayaan masyarakat yang lain di dalam perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakat. Biasanya kebudayaan masyarakat yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang lebih tinggi di sebut peradaban.

Dalam The World University Ensyclopedia di jelaskan bahwa peradaban adalah comprising all phenomena of life of a certain period within wich battles, revolusions, the greatiest works of art, the lowest crimes, the change in a system of government and the change in the daily diet of urban population. ( semua phenomena kehidupan pada periode tertentu, termasuk di dalamnya adalah perang repolusi, karya seni terbaik, kejahatan yang paling rendah, perubahan system oemerintahan, dan perubahan makanan harian masyarakat urban).
Effat al-Sharqawi dengan mengutip sosiologi aliran Jerman mengatakan bahwa kebudayaan adalah “bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat”. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban.
Penelitian Jerman Effat al-Sharqawi cenderung berpendapat bahwa kebudayaan adalah apa yang kita rindukan, sedangkan peradaban adalah apa yang kita lakukan. Kebudayaan terefleksi dalam seni sastra, religi, dan moral, sedangkan peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.
Menurut suatu versi peradaban adalah kebudayaan yang sudah berkembang dan maju. Oleh karena itu, setiap peradaban adalah kebudayaan dan tidak setiap kebudayaan adalah peradaban.
Dapat disederhanakan bahwa peradaban adalah kegiatan yang di lakukan oleh manusia, baik kegiatan yang bersifap fisik maupun kegiatan nonfisik seperti merenung dan berfikir yang di pandang tinggi dalam kehidupan manusia.
Walisongo
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 15 dan 16. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Arti Walisongo
Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.
Nama-nama Walisongo
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
• Sunan Ampel atau Raden Rahmat
• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim • Sunan Drajat atau Raden Qasim
• Sunan Kudus atau Jaffar Shadiq
• Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin • Sunan Kalijaga atau Raden Said
• Sunan Muria atau Raden Umar Said
• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Maulana Malik Ibrahim


Makam Maulana Malik Ibrahim, desa Gapura, Gresik, Jawa Timur
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-11 dari Husain bin Ali. Ia disebut juga Sunan Gresik, Syekh Maghribi, atau terkadang Makhdum Ibrahim As-Samarqandy. Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy.[1] Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Ampel
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, menurut riwayat adalah putra Maulana Malik Ibrahim dan seorang putri Champa. Ia disebutkan masih berkerabat dengan salah seorang istri atau selir dari Brawijaya raja Majapahit. Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang dan Sunan Kudus adalah anak-anaknya, sedangkan Sunan Drajat adalah cucunya. Makam Sunan Ampel teletak di dekat Masjid Ampel, Surabaya.
Sunan Bonang


Bonang, sederetan gong kecil diletakkan horisontal.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering dihubungkan dengan namanya. Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.
Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-13 dari Husain bin Ali. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.


Sunan Kudus
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus adalah keturunan ke-14 dari Husain bin Ali. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Diantara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
Sunan Giri
Sunan Giri adalah putra Maulana Ishaq. Sunan Giri adalah keturunan ke-12 dari Husain bin Ali, merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di Giri Kedaton, Gresik; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.
Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
Sunan Muria
Sunan Muria atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan
Sunan Gunung Jati


Gapura Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton Pajajaran melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari Sri Baduga Maharaja. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin, juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya Kesultanan Banten.
Tokoh pendahulu Walisongo
Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro adalah tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Terdapat beberapa versi babad yang meyakini bahwa ia adalah keturunan ke-10 dari Husain bin Ali, yaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Martin van Bruinessen (1994) menyatakan bahwa ia adalah tokoh yang sama dengan Jamaluddin Akbar (lihat keterangan Syekh Maulana Akbar di bawah).
Sebagian babad berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro memiliki dua anak, yaitu Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Maulana Ishaq, yang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa. Syekh Jumadil Qubro kemudian tetap di Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai. Dengan demikian, beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya; sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal tersebut menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.
Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.
Syekh Maulana Akbar
Syekh Maulana Akbar adalah adalah seorang tokoh di abad 14-15 yang dianggap merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Nama lainnya ialah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat, dan ia kemungkinan besar adalah juga tokoh yang dipanggil dengan nama Syekh Jumadil Kubro, sebagaimana tersebut di atas. Hal ini adalah menurut penelitian Martin van Bruinessen (1994), yang menyatakan bahwa nama Jumadil Kubro (atau Jumadil Qubro) sesungguhnya adalah hasil perubahan hyper-correct atas nama Jamaluddin Akbar oleh masyarakat Jawa.
Silsilah Syekh Maulana Akbar (Jamaluddin Akbar) dari Nabi Muhammad SAW umumnya dinyatakan sebagai berikut: Sayyidina Husain, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rummi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Jalal Syah, dan Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar).
Menurut cerita rakyat, sebagian besar Walisongo memiliki hubungan atau berasal dari keturunan Syekh Maulana Akbar ini. Tiga putranya yang disebutkan meneruskan dakwah di Asia Tenggara; adalah Ibrahim Akbar (atau Ibrahim as-Samarkandi) ayah Sunan Ampel yang berdakwah di Champa dan Gresik, Ali Nuralam Akbar kakek Sunan Gunung Jati yang berdakwah di Pasai, dan Zainal Alam Barakat.
Penulis asal Bandung Muhammad Al Baqir dalam Tarjamah Risalatul Muawanah (Thariqah Menuju Kebahagiaan) memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para mubaligh Arab ke Asia Tenggara. Ia berkesimpulan bahwa cerita rakyat tentang Syekh Maulana Akbar yang sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di Wajo, Makasar (dinamakan masyarakat setempat Makam Kramat Mekkah), belum dapat dikonfirmasikan dengan sumber sejarah lain. Selain itu juga terdapat riwayat turun-temurun tarekat Sufi di Jawa Barat, yang menyebutkan bahwa Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di Cirebon, meskipun juga belum dapat diperkuat sumber sejarah lainnya.
Syekh Quro
Syekh Quro adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu pesantren Quro di Tanjungpura, Karawang pada tahun 1428.[4]
Nama aslinya Syekh Quro ialah Hasanuddin. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah muballigh (penyebar agama} asal Mekkah, yang berdakwah di daerah Karawang. Ia diperkirakan datang dari Champa atau kini Vietnam selatan. Sebagian cerita menyatakan bahwa ia turut dalam pelayaran armada Cheng Ho, saat armada tersebut tiba di daerah Tanjung Pura, Karawang.
Syekh Quro sebagai guru dari Nyai Subang Larang, anak kemudian dinikahi oleh Raden Ki Gedeng Tapa penguasa Cirebon. Nyai Subang Larang yang cantik dan halus budinya, Manahrasa dari wangsa Siliwangi, yang setelah menjadi raja Kerajaan Pajajaran bergelar Sri Baduga Maharaja. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Pangeran Kian Santang yang selanjutnya menjadi penyebar agama Islam di Jawa Barat.
Makam Syekh Quro terdapat di desa Pulo Kalapa, Lemahabang, Karawang.
Syekh Datuk Kahfi
Syekh Datuk Kahfi adalah muballigh asal Baghdad memilih markas di pelabuhan Muara Jati, yaitu kota Cirebon sekarang. Ia bernama asli Idhafi Mahdi.
Majelis pengajiannya menjadi terkenal karena didatangi oleh Nyai Rara Santang dan Kian Santang (Pangeran Cakrabuwana), yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahannya dengan raja Pajajaran dari wangsa Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu atau dipertemukan dengan Syarif Abdullah, cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung Jati.
Makam Syekh Datuk Kahfi ada di Gunung Jati, satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati.

Syekh Khaliqul Idrus
Syekh Khaliqul Idrus adalah seorang muballigh Parsi yang berdakwah di Jepara. Menurut suatu penelitian, ia diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq, dengan laqob Al-Idrus, anak dari Syekh Muhammad Al-Alsiy yang wafat di Isfahan, Parsi.
Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yang kemudian melahirkan Raden Muhammad Yunus. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang menjadi menantu Raden Patah, bergelar Adipati Bin Yunus atau Pati Unus. Setelah gugur di Malaka 1521, Pati Unus dipanggil dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor. [5]
Teori keturunan Hadramaut
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut:
• L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[6] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
• van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
• Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
• Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
• Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.
Teori keturunan Cina
Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia. Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang masih kontrofersial. Refensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.
Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [8].
“Sumber tertulis tentang Walisongo”
1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

MASA DEPAN KEBUDAYAAN DAN PERADABAN ISLAM


1. Dinamika Gerakan Kebangkitan Islam
Abad ke-15 Hijriah dicanangkan oleh seluruh umat Islam sebagai abad kebangkitan kembali Islam. Chandra Muzaffar menanggapi gaung kebangkitan kembali Islam ini sebagai suatu proses historis yang dinamis. Ada tiga pengertian tentang konsep kebangkitan kembali Islam yang dikemukakan oleh Muzaffar, dua di antaranya adalah : Pertama, konsep ini merupakan suatu penglihatan dari dalam, suatu cara pandang dalam mana kaum muslimin melihat derasnya dampak agama di kalangan pemeluknya. Hal ini menyiratkan kesan bahwa Islam menjadi penting kambali. Artinya, Islam memperoleh kembali prestise dan kehormatan dirinya. Kedua, “kebangkitan kembali” mengisyaratkan bahwa keadaan tersebut telah terjadi sebelumnya. Maka dalam gerak kebangkitan kembali ini terdapat keterkaitan dengan masa lalu; bahwa kejayaan Islam pada masa lalu itu – jejak hidup Nabi Muhammad saw, dan para pengikutnya – memberi pengaruh besar terhadap pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada “jalan hidup” Islam pada masa lalu.
Menurut Chandra Muzaffar, kebangkitan kembali Islam antara lain diilhami oleh beberapa faktor, yaitu: Pertama, kekecewaan terhadap peradaban Barat secara keseluruhan yang dialami oleh generapi baru Muslim. Kedua, gagalnya sistem sosial yang bertumpu pada kapitalisme dan sosialisme. Ketiga, ketahanan ekonomi negara-negara Islam tertentu akibat melonjakkanya harga minyak, dan Keempat, rasa percaya diri kaum Muslimin akan masa depan mereka akibat kebenangan Mesir atas Israil tahun 1975, revolusi Iran tahun 1979 dan fajar kemunculan kembali peradaban Islam abad ke-15 menurut kalender Islam.
Di sisi lain, sebagian ahli mengatakan bahwa “kebangkitan Islam merupakan wacana yang suram dalam pemikiran Islam kontemporer. Tetapi, fenomena ini tidak sepenuhnya tampak jelas, tetapi sebaliknya tidak pula dapat dikatakan tidak jelas”.
Al-Qur’an memberi sinyalemen sebagai berikut, “Apakah meraka tidak memjelajahi bumi dan memperhatikan bagaimana akibat [yang dialami] orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat daripada mereka [sendiri] [Q.S. Ar-Ruum [30]:9]. “Apakah mereka tidak melawat di bumi, maka mereka tidak memperhatikan bagaimana akibat orang-orang yang sebelum mereka? Allah menimpakan kebinasaan atas mereka” [Q.S. Muhammad [47]:10]. Dari dua ayat Qur’an ini, jelas menunjukkan bahwa manusia harus memperhatikan dan mempelajari pengalaman orang-orang masa lalu. Hal itu, berarti umat Islam diperintahkan mempelajari sejarah? Mengapa? Sejarah adalah cermin masa lalu untuk dijadikan pedoman bagi masa kini dan mendatang. Oleh karena itu, sejarah bagi kaum muslimin tidak hanya bermanfaat bagi cermin dan pedoman, tetapi juga menjadi alat untuk memahami secara lebih tepat sumber-sumber Islam. Melalui dan dari sejarah, orang akan mengenal siapa dirinya serta memperoleh keteladanan. Dari sini, hal-hal yang positif dapat terus dikembangkan, sehingga kita dapat membuat era kejayaan yang baru untuk masa sekarang dan masa akan datang untuk membangun peradaban manusia.
Al-Qur’an mendorong umat Islam untuk menjadi sebaik-baik umat, bukan sebaliknya. Sudah barang tentu kita tidak ingin menjadi seburuk-buruk golongan umat, akan tetapi kita ingin menjadi “sebaik-baik golongan ummat”, karena Islam mengajarkan untuk menjadi ummat terbaik [khairu ummah]. Yakni ummat yang telah memiliki kejayaan dan kemulyaan pada masa silam dan berusaha terus untuk meraih kemajuan, kemulyaan dan kejayaan baru. Maka, tentang kemulyaan di masa silam, ummat Islam telah mempunyainya. Sekarang, kemulyaan dan kejayaan untuk era budaya baru harus diciptakan kembali.
Lewat poyek politiknya yang terkenal dengan “Pan-Islamisme”, al-Afghani terkenal sebagai seorang arsitek dan aktivis “revitalis Muslim pertama” yang menggunakan konsep “Islam dan Barat sebagai fenomena sejarah yang berkonotasi korelatif dan sekaligus bersifat antagonistik. Seruang al-Afghani kepada dunia dan umat Islam untuk menentang dan melawan Barat, sebab al-Afghani melihat kolonialisme Barat sebagai musuh yang harus dilawan karena mengancam Islam dan umatnya. Sementara disisi lain, al-Afghani juga menghimbau dan menyerukan kepada umat Islam untuk mengembangkan akal dan teknik seperti yang dilakukan oelh Barat agar kaum Muslimin menjadi kuat. Ide pembaruan dan kebangkitan Islam yang dilancarkan oleh Muhammad Abduh, pembaru dari Mesir itu, juga memiliki pengaruh yang luas. Gagasan-gagasan pemabruan Abduh diformulasikan oleh HAR Gibb ke dalam empat butir penting, yaitu :
1. Memurnikan Islam dari pengaruh-pengaruh dan praktik-praktik yang merusak.
2. Melakukan reformasi pendidikan tinggi Islam.
3. Melakukan reformasi doktrin Islam berdasarkan pemikiran modern.
4. Mempertahankan Islam dari serangan-serangan Barat-Kristen.
Muhammad Iqbal [1873-1938 M] dari India, seorang penyair sekaligus filosof, yang banyak mendalami kebudayaan Barat dan kebudayaan Islam, mengkritik kebudayaan Barat, yaitu : “Akal budi dan agama telah diperdaya bid’ah. Dan cuta-cita asyik’lah dialihkan serba dagang semata. Kau berserikat dengan benda, Tak memberikan padamu apa-apa, kecuali perhiasan zahir. Kamatian mencanangkan kedatangan hidup baru untuk dunia.
Kesempatan-kesempatan baik bagi Islam semakin terbuka juga dengan telah bangkinya negara-negara Islam dari cengkraman penjajahan, terutama di Asia dan Afrika, yang berpenduduk mayoritas Islam. Selain itu, telah didirikan organisasi-organisasi Islam untuk menggalang persatuan dan kesatuan Islam secara internasional, yang sangat berguna bagi forum dialog dalam merundingkan permasalahan-permasalahan Islam dan sekaligus memecahkannya. Diskusi, konsultasi dan konsolidasi makin terasa intensif dilakukan di Dunia Islam.
Organisasi-organisasi Islam internasional itu di antaranya dapat disebut World Muslim Conggres, [bermarkas di Karachi], World Muslim League [Rabithah Alam Islamy, berpusat di Mekkah dan Majlis A’la al-Alamy lil-Masajid [Dewan Masjid se-Dunia], berkedudukan di Mekkah.
Dalam gerakan kebangkitan kembali itu terlihat pula kemajuan pembangunan ekonomi yang sedikit demi sedikit menanjak maju di kalngan negara-negara Islam. Bangsa-bangsa Arab di kawasan Timur Tengah dengan kekayaan minyaknya semakin memperlihatkan getaran-getaran kemajuan.
Tercapainya kemerdekaan politik dan berkembangnya kesadaran nasional di kalangan umat Islam disertai satu renaissance kebudayaan. Umat Islam menoleh kembali kepada sejarah kejayaan mereka di zaman lampau untuk menemukan kembali identitas mereka, serta mendapatkan bimbingan hidup dalam menghadapi keadaan dan persoalan-persoalan yang serba sulit dan berat dalam dunia medern sekarang. Setelah mereka kehilangan vitalitas selama beberapa abad sampai sekarang, Islam sekali lagi menempuh masa kebangkitannya. Umat Islam yang berjumlah 1/7 atau lebih dari jumlah penduduk dunia, setiap hari meningkat baik dalam jumlahnya atau pun dalam kekayaannya dan nilai kedudukannya.
Islam telah mencapai dinamika baru dan merupakan suatu kekuatan utama yang mendorong umat Islam untuk memperoleh kedudukan lebih baik di dunia ini.

2. Kebangkitan Kembali Kebudayaan Islam
Situasi yang melatarbelakangi dunia dewasa ini memang memungkinkan Islam untuk hadir dan tampil kembali. Barat dengan kebudayaannya sudah diramalkan akan tamat, 0sementara itu akan muncul peradaban baru yang bercorak keagamaan ideal. Khurshid Ahmad, berbicara tentang “kita berjuang, dana masa depan adalah Islam” ketika mengantarkan buku karya Abul A’la Maududi Islam Today, agaknya hal itu bukan suatu ilusi. Sebab tak kurang dari seorang G.B. Shaw meramalkan bahwa Islam akan dapat menancapkan eksistensinya di Eropa. Shaw, juga berbicara tentang daya-tarik Islam, vitalitasnya yang mengagumkan, dan kapasitas asimilasi Islam terhadap perubahan-perubahan dari eksistensi ini.
Lengkapnya, Shaw berkata : “Apabila ada agama yang mendapatkan kesempatan untuk memerintah negeri Inggris, bukan, malahan Eropa, pada seratus tahun yang akan datang, maka agama itu tidak lain adalah Islam. Saya selalu menempatkan agama Muhammad ini pada penghargaan tinggi karena vitalitasnya yang mengagumkan. Agama ini adalah satu-satunya agama yang menurut saya memiliki kapasitas assimilasi terhadap perubahan-perubahan dari eksistensi ini, yang mampu memberikan daya tariknya pada tiap-tiap masa. Saya percaya jika ada seorang seperti Muhammad itu harus memegang kediktatoran dari dunia modern ini, ia akan berhasil dalam menyelesaikan persoalan-persoalan dunia ini dengan cara yang membawa kepada perdamaian dan kebahagiaan yang sangat dibutuhkan.
Soedjatmoko, mengemuakakan sebuah proyeksi yang menarik tentang masa depan dunia. Soedjatmoko, mengatakan bahwa peradaban negara-negara industri tampaknya sudak mencapai titik optimal dalam perkembangannya. Kelebihan yang tampaknya belum dapat dikejar oleh negara-negara berkembang kini hanya tinggal di bidang pesenjataan. Dalam keadaan demikian, negara-negara berkembang akan dituntut untuk mengembangkan peradaban mereka sendiri. Soedjatmoko, memperkirakan munculnya tiga peradaban dunia dari negara-negara berkembang di masa depan, yakni :
[1] peradaban Senetik [bersumber pada dataran Cina] yang meliputi kawasan RRC, Krea, Jepang dan Vietnam,
[2] Peradaban Indik [bersumber dari ke Indiaan] dengan lingkup sebagain kawasan Asia Tenggara, Srilangka dan anak benua India sendiri, dan
[3] Peradaban Islam yang membentang dari Asia Tenggara hingga ke Marokko.
Khusus tentang munculnya peradaban Islam yang diramalkan Soedjatmoko sebagai salah satu peradaban dunia nanti, jika dikaitkan dengan pengamatan sastrawan Inggris, Shaw, ada relevansinya. Shaw, mengatakan bahwa agama di masa depan bagi orang-orang yang berpendidikan, berilmu, berbudaya dan berkebudayaan adalah Islam. “The future religion for the educated, enlightened and cultured people will be Islam.

Wujud Akulturasi Kebudayaan Indonesia dan Kebudayaan Islam
Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang.
1. Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Untuk lebih jelasnya silahkan Anda simak gambar berikut ini.

Masjid Demak
Wujud akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada gambar 1 memiliki ciri sebagai berikut:
1. Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin
kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5.
Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan
keruncingannya yang disebut dengan Mustaka.
2.Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di
luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau
bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan
merupakan budaya asli Indonesia.
3. Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau
bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan
makam.
Selain bangunan masjid sebagai wujud akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam.
2. Seni Rupa
Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian, misalnya ragam hias pada gambar 3 ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.

Gambar Kera yang disamarkan
3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
1. Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
2. Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
3. Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
4. Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
4. Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya.
Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Demikianlah penjelasan wujud akulturasi dalam salah satu hal sistem pemerintahan. Selanjutnya simak wujud akulturasi berikutnya.
5. Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran?
Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan.
1. Makna Peradaban Islam
Islam yang diturunkan sebagai dÊn, sejatinya telah memiliki konsep seminalnya sebagai peradaban. Sebab kata dÊn itu sendiri telah membawa makna keberhutangan, susunan kekuasaan, struktur hukum, dan kecenderungan manusia untuk membentuk masyarakat yang mentaati hukum dan mencari pemerintah yang adil. Artinya dalam istilah dÊn itu tersembunyi suatu sistem kehidupan. Oleh sebab itu ketika dÊn (agama) Allah yang bernama Islam itu telah disempurnakan dan dilaksanakan di suatu tempat, maka tempat itu diberi nama MadÊnah. Dari akar kata dÊn dan MadÊnah ini lalu dibentuk akar kata baru madana, yang berarti membangun, mendirikan kota, memajukan, memurnikan dan memartabatkan.
Dari akar kata madana lahir kata benda tamaddun yang secara literal berarti peradaban (civilization) yang berarti juga kota berlandaskan kebudayaan (city base culture) atau kebudayaan kota (culture of the city). Di kalangan penulis Arab, perkataan tamaddun digunakan – kalau tidak salah – untuk pertama kalinya oleh Jurji Zaydan dalam sebuah judul buku TÉrÊkh al-Tamaddun al-IslÉmÊ (Sejarah Peradaban Islam), terbit 1902-1906. Sejak itu perkataan Tamaddun digunakan secara luas dikalangan umat Islam. Di dunia Melayu tamaddun digunakan untuk pengertian peradaban. Di Iran orang dengan sedikit berbeda menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat. Namun di Turkey orang dengan menggunakan akar madÊnah atau madana atau madaniyyah menggunakan istilah medeniyet dan medeniyeti. Orang-orang Arab sendiri pada masa sekarang ini menggunakan kata haÌÉrah untuk peradaban, namun kata tersebut tidak banyak diterima ummat Islam non-Arab yang kebanyakan lebih menyukai istilah tamaddun. Di anak benua Indo-Pakistan tamaddun digunakan hanya untuk pengertian kultur, sedangkan peradaban menggunakan istilah tahdhÊb.

a. Islam sebagai Peradaban
Konon, ketika Nabi menerima laporan bahwa ajakannya kepada Kaisar Romawi, Heraclitus untuk berpegang pada keyakinan yang sama (kalimatun sawÉ') ditolak dengan halus, nabi hanya berkomentar pendek "sa uhÉjim al-rËm min uqri baitÊ" (Akan saya perangi Romawi dari dalam rumahku). Ucapan Nabi ini bukan genderang perang, ia hanya berdiplomasi. Tidak ada ancaman fisik dan juga tidak menyakitkan pihak lawan. Ucapan itu justru menunjukkan keagungan risalah yang dibawanya, bahwa dari suatu komunitas kecil di jazirah Arab yang tandus, Nabi yakin Islam akan berkembang menjadi peradaban yang kelak akan mengalahkan Romawi.
Dan Nabi benar, pada tahun 700 an, tidak lebih dari setengah abad sesudah wafatnya Nabi Muhammad (632 M), ummat Islam telah tersebar ke kawasan Asia Barat dan Afrika Utara, dua kawasan yang dulunya jatuh ketangan Alexander the Great. Selanjutnya, Muslim memasuki kawasan yang telah lama dikuasai oleh Kristen dengan tanpa perlawanan yang berarti. Menurut William R Cook pada tahun 711 M – 713 M kerajaan Kristen di kawasan Laut Tengah jatuh ketangan Muslim dengan tanpa pertempuran, meskipun pada abad ke 7 kawasan itu cukup makmur. Bahkan selama kurang lebih 300 tahun hampir keseluruhan kawasan itu dapat menjadi Muslim. Baru pada abad ke sebelas kerajaan Kristen di kawasan itu mulai melawan Muslim. Demitri Gutas dengan jelas mengakui:
…..pada tahun 732 M kekuasaan dan peradaban baru didirikan dan disusun sesuai dengan agama yang diwahyukan kepada Muhammad, Islam, yang berkembang seluas Asia Tengah dan anak benua India hingga Spanyol dan Pyrennes.
Gutas bahkan menyatakan bahwa dengan munculnya peradaban Islam, Mesir untuk pertama kalinya, sejak penaklukan Alexander the Great, dapat dipersatukan secara politis, administratif dan ekonomis dengan Persia dan India dalam jangka waktu yang cukup lama. Perbedaan ekonomi dan kultural yang memisahkan dua dunia yang berperadaban, Timur dan Barat, sebelum Islam datang yang dibatasi oleh dua sungai besar dengan mudahnya lenyap begitu saja.
Sudah tentu proses kejatuhan Romawi tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Edward Gibbon dalam The Decline And Fall Of The Roman Empire menyatakan bahwa periode kedua dari merosot dan jatuhnya Kekaisaran Romawi disebabkan oleh lima faktor: pertama di era kekuasaan Justinian banyak wewenang memberi kepada Imperium Romawi di Timur; kedua adanya invasi Italia oleh Lombards; ketiga penaklukan beberapa provinsi Asia dan Afrika oleh orang Arab yang beragama Islam; keempat pemberontakan rakyat Romawi sendiri terhadap raja-raja Konstantinopel yang lemah; dan terakhir
munculnya Charlemagne yang pada tahun 800 M mendirikan Kekaisaran Jerman di Barat.
Jadi penyebab kejatuhan Romawi merupakan kombinasi dari berbagai faktor, seperti problem agama Kristen, dekadensi moral, krisis kepemimpinan, keuangan dan militer. Dan di antara faktor terpenting penyebab kajatuhan Romawi adalah datangnya Islam. Pernyataan Nabi yang diplomatis itu nampaknya terbukti. Nabi tidak pernah pergi menyerang Romawi Barat maupun Timur, tapi datangnya gelombang peradaban Islam telah benar-benar menjadi faktor penyebab kejatuhan Romawi. Ini juga merupakan bukti bahwa Islam sebagai dÊn yang menghasilkan tamaddun yang dapat diterima oleh bangsa-bangsa selain bangsa Arab. Sebab Islam membawa sistem kehidupan yang teratur dan bermartabat, sehingga mampu membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jadi Islam diterima oleh bangsa-bangsa non Arab karena universalitas ajarannya alias kekuatan pancaran pandangan hidupnya.
Ketika Kaisar Persia Ebrewez, cucu Kaisar Khosru I, merobek-robek surat Nabi sambil berkata :”Pantaskah orang itu menulis surat kepadaku sedangkan ia adalah budakku”, Nabi pun berkomentar pendek “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya”. Dan Sabda Nabi kembali terbukti bahwa sesudah itu putera Kaisar yang bernama Qabaz merebut kekuasaan dengan membunuh Kaisar Ebrewez, ayahnya sendiri. Qabaz pun kemudian hanya berkuasa empat bulan saja lamanya. Selanjutnya kekaisaran Persia itu berganti-ganti hingga sepuluh kali dalam masa empat tahun. Ia benar-benar porak poranda. Akhirnya, rakyat mengangkat kaisar Yazdajir dan pada masa inilah Persia tidak berdaya ketika tentara Islam datang. Sejak itu kekaisaran Persia benar-benar runtuh.
Sebagaimana sikapnya terhadap kekaisaran Romawi, Nabi tidak keluar rumah untuk menjatuhkan (merobek-robek) kekaisaran Persia. Nabi hanya menyerbarkan Islam yang memang merupakan peradaban yang memiliki konsep ketuhanan, kemanusiaan dan kehidupan yang jelas dan teratur. Di Indonesia, Islam masuk tanpa peperangan. Islam masuk dan diterima oleh masyarakat yang telah memiliki kepercayaan Hindu yang kuat. Namun karena kekuatan konsepnya Islam mudah merasuk kedalam pandangan hidup masyarakat nusantara waktu itu, maka dalam kehidupan secara menyeluruh. Ini bukti bahwa Islam tersebar bukan melulu karena pedang. Islam tersebar, menguasai dan menyelamatkan (mengislamkan) masyarakat di kawasan-kawasan yang didudukinya. Tidak ada eksploitasi sumber alam untuk dibawa ke daerah darimana Islam berasal. Tidak ada pertambahan kekayaan bagi jazirah Arab. Tidak ada kemiskinan akibat masuknya Muslim ke kawasan yang didudukinya. Daerah-daerah yang dikuasai atau diselamatkan ummat Islam justru menjadi kaya dan makmur. Itulah watak peradaban Islam yang sangat berbeda dari peradaban Barat yang eksploitatif.

b) Substansi Peradaban Islam
Tanda wujudnya peradaban, menurut Ibn Khaldun adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, geometri, aritmetik, astronomi, optic, kedokteran dsb. Bahkan maju mundurnya suatu peradaban tergantung atau berkaitan dengan maju mundurnya ilmu pengetahuan. Jadi substansi peradaban yang terpenting dalam teori Ibn Khaldun adalah ilmu pengetahuan. Namun ilmu pengetahuan tidak mungkin hidup tanpa adanya komunitas yang aktif mengembangkannya. Karena itu suatu peradaban atau suatu umrÉn harus dimulai dari suatu “komunitas kecil” dan ketika komunitas itu membesar maka akan lahir umrÉn besar. Komunitas itu biasanya muncul di perkotaan atau bahkan membentuk suatu kota. Dari kota itulah akan terbentuk masyarakat yang memiliki berbagai kegiatan kehidupan yang daripadanya timbul suatu sistem kemasyarakat dan akhirnya lahirlah suatu Negara. Kota Madinah, kota Cordova, kota Baghdad, kota Samara, kota Cairo dan lain-lain adalah sedikit contoh dari kota yang berasal dari komunitas yang kemudian melahirkan Negara. Tanda-tanda lahir dan hidupnya suatu umrÉn bagi Ibn Khaldun di antaranya adalah berkembanganya teknologi, (tekstil, pangan, dan papan / arsitektur), kegiatan eknomi, tumbuhnya praktek kedokteran, kesenian (kaligrafi, musik, sastra dsb). Di balik tanda-tanda lahirnya suatu peradaban itu terdapat komunitas yang aktif dan kreatif menghasilkan ilmu pengetahuan.
Namun di balik faktor aktivitas dan kreativitas masyarakat masih terdapat faktor lain yaitu agama, spiritualitas atau kepercayaan. Para sarjana Muslim kontemporer umumnya menerima pendapat bahwa agama adalah asas peradaban, menolak agama adalah kebiadaban. Sayyid Qutb menyatakan bahwa keimanan adalah sumber peradaban. Meskipun dalam paradaban Islam struktur organisasi dan bentuknya secara material berbeda-beda, namun prinsip-prinsip dan nilai-nilai asasinya adalah satu dan permanent. Prinsip-prinsip itu adalah ketaqwaan kepada Tuhan (taqwa), keyakinan kepada keesaan Tuhan (tawÍÊd), supremasi kemanusiaan di atas segala sesuatu yang bersifat material, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dan penjagaan dari keinginan hewani, penghormatan terhadap keluarga, menyadari fungsinya sebagai khalifah Allah di Bumi berdasarkan petunjuk dan perintahNya (syariat).
Sejalan dengan Sayyid Qutb, Syeikh Muhammad Abduh menekankan bahwa agama atau keyakinan adalah asas segala peradaban. Bangsa-bangsa purbakala seperti Yunani, Mesir, India, dll, membangun peradaban mereka dari sebuah agama, keyakinan atau kepercayaan. Arnold Toynbee juga mengakui bahwa kekuatan spiritual (batiniyah) adalah kekuatan yang memungkinkan seseorang melahirkan manifestasi lahiriyah (outward manifestation) yang kemudian disebut sebagai peradaban itu.
Jika agama atau kepercayaan merupakan asas peradaban, dan jika agama serta kepercayaan itu membentuk cara pandang seseorang terhadap sesuatu yang pada gilirannya dapat mempengaruhi tindakan nyatanya atau manifestasi lahiriyahnya, maka sejalan dengan teori modern bahwa pandangan hidup (worldview) merupakan asas bagi setiap peradaban dunia.
Para pengkaji peradaban, filsafat, sains dan agama kini telah banyak yang menggunakan worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart menggunakannya untuk mengkaji agama, S.M. Naquib al-Attas, al-Mawdudi, Sayyid Qutb, memakainya untuk menjelaskan bangunan konsep dalam Islam, Alparslan Acikgence untuk mengkaji sains, Atif Zayn, memakainya untuk perbandingan ideologi, Thomas F Wall untuk kajian filsafat, Thomas S Kuhn dengan konsep paradigmanya sejatinya sama dengan menggunakan worldview bagi kajian sains.
Meski mereka berbeda pendapat tentang makna worldview, mereka pada umumnya mengaitkan worldview dengan peradaban atau seluruh aktivitas ilmiyah,sosial dan keagamaan seseorang. Ninian Smart, pakar kajian perbandingan agama, memberi makna worldview sebagai “kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral.”Penekanannya pada fungsi worldview sebagai motor perubahan sosial dan moral. Secara filosofis Thomas F Wall, memaknai worldview sebagai “sistem kepercayaan asas yang integral tentang hakekat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi”. Dalam kaitannya dengan aktivitas ilmiyah Alparslan Acikgence memaknai worldview sebagai asas bagi setiap perilaku manusia, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiyah dan teknologi. Setiap aktivitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, artinya aktivitas manusia dapat direduksi kedalam pandangan hidup itu. Dalam konteks sains, hakekat worldview juga dapat dikaitkan dengan konsep “paradigma” Thomas S Kuhn. Istilah Kuhn “perubahan paradigma” (paradigm shift) menurut Edwin Hung sebenarnya dapat dianggap sebagai weltanschauung Revolution (revolusi pandangan hidup). Sebab, paradigma mengandung konsep nilai, standar-standar dan metodologi-metodologi, yang merupakan worldview dan framework konseptual yang diperlukan untuk kajian sains. Singkatnya, worldview berkaitan erat secara konseptual dengan segala aktivitas manusia secara sosial, intelektual dan religius. Dan yang terpenting adalah bahwa worldcview sebagai sistem kepercayaan, pemikiran, tata pikir, dan tata nilai memiliki kekuatan untuk merobah. Maka dari itu, aktivitas manusia dari yang sekecil-kecilnya hingga yang sebesar-besarnya yang kemudian menjadi peradaban bersumber dari worldview.
Jika makna worldview adalah konsep nilai, motor bagi perubahan sosial, asas bagi pemahaman realitas dan asas bagi aktivitas ilmiah, maka Islam mengandung itu semua. Islam bahkan memiliki pandangan terhadap realitas fisik dan non fisik secara integral. Ayat-ayat al-Qur’an jelas-jelas adalah konsep seminal yang memproyeksikan pandangan Islam tentang alam semesta dan kehidupan yang disebut pandangan hidup atau pandangan alam Islam (worldview, al-taÎawwur al-IslÉmÊ, al-mabda al-IslÉmÊ) itu. Bukan hanya itu, konsep-konsep itu diberi medium pelaksanaannya yang berupa institusi yang disebut dÊn, yang di dalamnya terkandung konsep peradaban (Tamaddun).
Oleh sebab itu dalam Islam worldview memiliki istilahnya sendiri. Bagi al-Mawdudi worldview Islam adalah Islami NazariyÉt (Islamic Vision) yang berarti “pandangan hidup yang dimulai dari konsep keesaan Tuhan (shahÉdah) yang berimplikasi pada keseluruhan kegiatan kehidupan manusia di dunia....secara menyeluruh”. Menurut Sayyid Qutb worldview Islam adalah al-taÎawwur al-IslÉmÊ, yang berarti “akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim, yang memberi gambaran khusus tentang wujud dan apa-apa yang terdapat dibalik itu.” Worldview dalam istilah Shaykh Atif al-Zayn adalah al-Mabda’ al-IslÉmÊ yang lebih cenderung merupakan kesatuan iman dan akal dan karena itu ia mengartikan mabda’ sebagai aqidah fikriyyah yaitu kepercayaan yang berdasarkan pada akal. Sebab baginya iman didahului dengan akal. Namun Shaykh Atif juga menggunakan kata-kata mabda untuk ideologi non-Muslim. Ini berarti bahwa tidak selamanya berarti aqÊdah fikriyyah. S.M.Naquib al-Attas mengartikan worldview Islam sebagai pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total, maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yat al-IslÉm li al-wujËd).
Jadi sebagaimana peradaban lainnya, substansi peradaban Islam adalah pokok-pokok ajaran Islam yang tidak terbatas pada sistem kepercayaan, tata pikir, dan tata nilai, tapi merupakan super-sistem yang meliputi keseluruhan pandangan tentang wujud, terutamanya pandangan tentang Tuhan. Oleh sebab itu teologi (aqÊdah) dalam Islam merupakan fondasi bagi tata pikir, tata nilai dan seluruh kegiatan kehidupan Muslim. Itulah pandangan hidup Islam. Jika pandangan hidup itu berakumulasi dalam tata pikiran seseorang ia akan memancar dalam keseluruhan kegiatan kehidupannya dan akan menghasilkan etos kerja dan termanifestasikan dalam bentuk karya nyata. Dan jika ia memancar dari pikiran masyarakat atau bangsa maka ia akan menghasilkan falsafah hidup bangsa dan sistem kehidupan bangsa tersebut. Jadi substansi peradaban Islam adalah pandangan hidup Islam. Namun elemen pandangan hidup yang terpenting adalah pemikiran dan kepercayaan.
Menurut Ibn Khaldun, wujud suatu peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu 1) kemampuan manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi 2) kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer dan 3) kesanggupan berjuang untuk hidup.Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia ditentukan oleh ketinggian pemikirannya. Suatu peradaban hanya akan wujud jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup. Untuk menjelaskan bagaimana pemikiran dalam peradaban Islam merupakan faktor terpenting bagi tumbuh berkembangnya peradaban Islam, kita rujuk tradisi intelektual Islam.

c). Tradisi intelektual Islam
Bagaimanakah pandangan alam Islam itu tumbuh dan berkembang dalam pikiran seseorang dan kemudian menjadi motor bagi perubahan sosial umat Islam merupakan proses yang panjang. Secara historis tradisi intelektual dalam Islam dimulai dari pemahaman (tafaqquh) terhadap al-Qur'an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, secara berturut-turut dari periode Makkah awal, Makkah akhir dan periode Madinah. Kesemuanya itu menandai lahirnya pandangan alam Islam. Di dalam al-Qur'an ini terkandung konsep-konsep seminal yang kemudian dipahami, ditafsirkan dan dikembangkan oleh para sahabat, tabiin, tabi' tabiin dan para ulama yang datang kemudian. Konsep 'ilm yang dalam al-Qur'an bersifat umum, misalnya dipahami dan ditafsirkan para ulama sehingga memiliki berbagai definisi. Cikal bakal konsep Ilmu pengetahuan dalam Islam adalah konsep-konsep kunci dalam wahyu yang ditafsirkan kedalam berbagai bidang kehidupan dan akhirnya berakumulasi dalam bentuk peradaban yang kokoh. Jadi Islam adalah suatu peradaban yang lahir dan tumbuh berdasarkan teks wahyu yang didukung oleh tradisi intelektual.
Perlu dicatat bahwa tradisi intelektual dalam Islam juga memiliki medium tranformasi dalam bentuk institusi pendidikan yang disebut al-Suffah dan komunitas intelektualnya disebut AsÍÉb al-Suffah. Di lembaga pendidikan pertama dalam Islam ini kandungan wahyu dan hadith-hadith Nabi dikaji dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif.Meski materinya masih sederhana tapi karena obyek kajiannya tetap berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi spekulatif di Ionia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization). Yang jelas, AÎÍÉb al-Øuffah, adalah gambaran terbaik institusionalisasi kegiatan belajar-mengajar dalam Islam dan merupakan tonggak awal tradisi intelektual dalam Islam.Hasil dari kegiatan ini adalah munculnya, katakan, alumni-alumni yang menjadi pakar dalam hadith Nabi, seperti misalnya AbË Hurayrah, AbË Dharr al-GhiffÉri, SalmÉn al-FÉrisi, 'Abd AllÉh ibn Mas'Ëd dan lain-lain. Ribuan hadith telah berhasil direkam oleh anggota sekolah ini.
Kegiatan awal pengkajian wahyu dan hadith ini dilanjutkan oleh generasi berikutnya dalam bentuk yang lain. Dan tidak lebih dari dua abad lamanya telah muncul ilmuwan-ilmuwan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti misalnya Qadi Surayh (w.80H/ 699M), Muhammad ibn al-×anafiyyah (w.81/700), Umar ibn 'Abd al-'AzÊz (w.102/720) Wahb ibn Munabbih (w.110,114/719,723), ×asan al-BaÎri (w.110/728), Ja'far al-ØÉdiq (w.148/765), AbË ×anÊfah (w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), AbË YËsuf (w.182/799), al-ShÉfi'i (w.204/819), dan lain-lain.
Perlu dicatat bahwa kegiatan keilmuan tersebut di atas, secara epistemologis wujud karena adanya pandangan alam (worldview), yaitu pandangan alam yang memiliki konsep-konsep yang canggih yang menjadi asas epistemologi untuk aktivitas keilmuan tersebut. Dengan adanya konsep yang canggih para ilmuwan anggota masyarakat yang terlibat akhirnya dapat mengembangkan istilah-istilah teknis dan bahasa khusus untuk itu. Bahkan konsep tersebut berkembang menjadi struktur konsep keilmuan atau scientific conceptual scheme.Dari konsep 'Ilm ini pula kemudian lahir berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti Ilmu Fiqih, Tafsir, Hadith, Falak, Hisab, Mawarith, Kalam, tasawwuf dsb.
Di zaman kekhalifahan Bani Umayyah, misalnya Muslim telah banyak mentransmisikan pemikiran Yunani. Karya Aristotle, dan juga tiga buku terakhir Plotinus Eneads, beberapa karya Plato dan Neo-Platonis, karya-karya penting Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolemy dan lain-lain sudah berada di tangan Muslim untuk proses asimilasi.[1] Puncak kegiatan transmisi terjadi pada era kekhalifahan Abbasiyyah. Menurut Demitri Gutas proses transmisi (penterjemahan) di zaman Abbasiyah didorong oleh motif sosial,politik dan intelektual. Ini berarti bahwa seluruh komponen masyarakat dari elit penguasa, pengusaha dan cendekiawan terlibat dalam proses ini, sehingga dampaknya secara kultural sangat besar.
Jadi Muslim tidak hanya menterjemahkan karya-karya Yunani tersebut. Mereka mengkaji teks-teks itu, memberi komentar, memodifikasi dan mengasimilasikannya dengan ajaran Islam. Jadi proses asimilasi terjadi ketika peradaban Islam telah kokoh. Artinya ummat Islam mengadapsi pemikiran Yunani ketika peradaban Islam telah mencapai kematangannya dengan pandangan hidupnya yang kuat. Di situ sains, filsafat dan kedoketeran Yunani diadapsi sehingga masuk kedalam lingkungan pandangan hidup Islam.Produk dari proses ini adalah lahirnya pemikiran baru yang berbeda dari pemikiran Yunani dan bahkan boleh jadi asing bagi pemikiran Yunani. Bandingkan misalnya konsep jawhar para mutakallimun dengan konsep atom Democritus. Jadi, tidak benar, kesimpulan Alfred Gullimaune yang menyatakan bahwa framework, ruang lingkup dan materi Filsafat Arab dapat ditelusuri dari bidang-bidang dimana Filsafat Yunani mendominasi sistem ummat Islam.Sejatinya pemikiran Yunani tidak dominan, sebab jika demikian maka Muslim tidak mampu melakukan proses transmisi. Oleh karena itu Muslim lebih berani memodifikasi pemikiran Yunani ketimbang masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan. Muslim bahkan mampu mengharmonisasikan dengan Islam sehingga akal dan wahyu dapat berjalan seiring sejalan dan pemikiran Yunani tidak lagi menampakkan wajah aslinya. Berbeda dari Muslim, masyarakat Kristen Barat Abad Pertengahan yang mengaku mengetahui karya-karya Yunani, ternyata tidak mampu mengharmoniskan filsafat, sains dengan agama. Kondisi ini kelihatannya yang mendorong para teolog Kristen menggunakan tangan pemikir Muslim untuk memahami khazanah pemikiran Yunani. Terpecahnya kalangan teologi Kristen kedalam aliran Averoesm dan Avicennian merupakan bukti bahwa Kristen memahami Yunani melalui pandangan hidup Muslim.
Jika benar asumsi orientalis selama ini bahwa pemikiran Muslim didominasi pemikiran Yunani, maka wajah peradaban Islam di Spanyol mestinya adalah wajah Yunani. Tapi realitanya, Spanyol adalah satu-satunya lingkungan kultural Muslim yang dominan, padahal kawasan itu merupakan tempat pertemuan kebudayaan Kristen, Islam dan Yahudi. Yang pasti karakteristik penting peradaban Islam baik ketika di Andalusia maupun di Baghdad adalah semaraknya kegiatan keilmuan. Oleh karena itu dalam menggambarkan peradaban Islam Ibn Khaldun membahas secara panjang lebar ilmu-ilmu yang berkembang dan dikembangkan di kedua pusat kebudayaan Islam itu, seperti misalnya ilmu bahasa dan agama, aritmatika, aljabar, ilmu hitung dagang (bussiness arithmetic), ilmu hukum waris (farÉ’Ì), geometri, mekanik, penelitian, optik, astronomi, dan logika. Termasuk juga ilmu fisika, kedokteran, pertanian, metafisika, ramalan, ilmu kimia dan sebagainya.
Namun, seperti yang diteorikan oleh Ibn Khaldun di atas, pemikiran yang berkembangan menjadi tradisi intelektual bukanlah satu-satunya faktor tumbuh berkembangnya suatu peradaban. Kemampuan berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer serta kesanggupan berjuang untuk meningkatkan kehidupan merupakan faktor lain yang mendukung tumbuhnya pemikiran dan peradaban. Selain itu Ibn Khaldun juga mensinyalir adan hubungan kausalitas antara peradaban dan sains. Artinya semakin besar volume urbanisasi ('umrÉn) semakin tumbuh pula peradaban dan sains, demikian pula sebaliknya. Ilmu akan berkembang hanya dalam peradaban (haÌÉrah) menjadi besar yang penduduk perkotaannya meningkat.

C. Strategi Kebudayaan dan Peradaban Islam
Kebudayaan, salah satu kata yang merujuk pada perkembangan intektual, spritualitas, dan estetika pada sebuah masyarakat. Kebudayaan pun disepakati sebagai buah tangan dari manusia dan melalui konstruksi sosial.
Umat Islam perlu mengembangkan strategi kebudayaan untuk meningkatkan peran kebangsaan umat Islam. Namun, strategi kebudayaan tidak mudah dilakukan, apalagi setiap kelompok Muslim masih mempunyai agenda yang berbeda.
”Politik umat Islam dalam konteks sistem multipartai seharusnya hidup dalam lingkup strategi kebudayaan agar umat punya peran kebangsaan yang kuat,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin
Secara historis, menurut Din, umat Islam telah menampilkan peran yang sangat besar dalam membangun gerakan kebangsaan. Sayangnya, dalam sejarah kebangkitan kebangsaan yang lebih sering ditonjolkan hanya Boedi Oetomo, padahal ada Syarikat Islam, Jamiatul Khoir, dan Muhammadiyah yang ikut membangun kebangsaan Indonesia.
”Itu sebabnya, adanya dikotomi Islam nasionalis, saya sangat terganggu karena Islam dalam sejarahnya telah membangun gerakan kebangsaan,” ujarnya.
Namun, menurut Din, peran umat Islam tidak sebesar peran jumlahnya yang persentasenya mencapai 88,2 persen. Kontribusi umat Islam terhadap perekonomian nasional hanya kurang dari 20 persen.
Menurut Zainun, peran kebangsaan umat Islam tidak seharusnya dikotak-kotakkan dalam partai politik dan penuh kecurigaan. Pasalnya, umat Islam yang satu tidak akan mempunyai kekuatan jika terus saling curiga dengan yang lain.
”Itu sebabnya umat Islam yang beragam kelompoknya ini memang perlu membangun strategi kebudayaan,” ujarnya.
Amrullah mengatakan, gagasan membangun umat melalui strategi kebudayaan layak untuk diperjuangkan. Itu sebabnya strategi kebudayaan ini jangan berhenti sampai simbolik, tetapi harus menjadi gerakan.
”Strategi dakwah mengembangkan Islam pada kaum abangan jangan sampai berhenti sebagai politik pencitraan saja, tetapi harus menjadi kendaraan perubahan,” ujarnya. (MAM)
Strategi Fungsional peradaban
Strategi Fungsional Bidang Keagamaan
• Mewujudkan kedisiplinan ibadah, shalat wajib dengan tertib (waktu, shaf dan bacaan imam)
• Mewujudkan kebersihan, kerapihan, keindahan dan kenyamanan Masjid
• Mewujudkan dakwah untuk seluruh umat secara terarah dan bermakna
• Mewujudkan pembinaan remaja dan anak-anak sebagai kader umat
Strategi Fungsional Bidang Pendidikan dan Latihan
• Menyelenggarakan pelatihan bermutu guna peningkatan iman, takwa, ilmu dan keahlian umat
• Menyelenggarakan pendidikan non formal bermutu dalam berbagai bidang bagi umat
• Menyelenggarakan kajian tentang berbagai topik menarik (tekstual dan aktual) dan urgen bagi pengembangan pemikiran dan wawasan keislaman melalui berbagai forum skala daerah, nasional dan internasional
Strategi Fungsional Bidang Sosial dan Budaya
• Menyelenggarakan berbagai upaya untuk mewujudkan masyarakat bertakwa, berdaya dan mandiri melalui pendekatan sosial keagamaan, sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat
• Mengembangkan seni budaya Islami
• Mewujudkan pengelolaan ZIS dan wakaf yang optimum guna menunjang program pemberdayaan masyarakat, khususnya melalui pendekatan sosial ekonomi
• Menyediakan berbagai bentuk layanan bimbingan, konsultasi dan advokasi bagi umat
Strategi Fungsional Bidang Informasi dan Komunikasi
• Menyediakan perpustakaan lengkap, nyaman, dengan teknologi terkini dan pelayanan prima
• Menyediakan data dan informasi komprehensif tentang Islam di Indonesia dan dunia, khususnya, yang disajikan dengan teknologi terkini, kemudahan akses dan layanan prima
• Mewujudkan media penyiaran dakwah Islam dengan jangkauan optimum yang dikelola secara profesional dengan sajian bernas
• Menyelenggarakan penerbitan Islami yang bermutu

Strategi Fungsional Bidang Bisnis
• Menyelenggarakan kegiatan bisnis Islami dengan memanfaatkan segala sarana yang tersedia guna menunjang kemandirian di bidang dana
• Mengembangkan jejaring bisnis Islami di tingkat daerah, nasional dan internasional.













KESIMPULAN
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Dalam buku The World University Encyclopedia di jelaskan bahwa culture adalah the way of life of a society. It is the totality of the spiritual, intellectual, and artistic attitudes shared by a group, including its tradition, habits, social customs, morals, law, and social relations ( kebudayaan adalah jalan hidup sebuah masyarakat: ia mencakup keseluruhan spiritual, intellectual, sikap artistic yang di hasilkan oleh masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan hubungan social)
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Sebuah peradaban adalah sebuah masyarakat yang telah mencapai tingkat kerumitan tertentu, umumnya termasuk perkotaan dan pemerintahan berlembaga, agama, iptek, sastra serta filsafat.
Istilah peradaban sering digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya" yang populer dalam kalangan akademis.
[1] Dimana setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan ... kepercayaan, nilai, bahan perilaku dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup masyarakat".
[2] Namun, dalam definisi yang paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Dalam sebuah pemahaman lama tetapi masih sering dipergunakan adlah istilah "peradaban" dapat digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau "biadab" budaya, konsep dari "peradaban" digunakan sebagai sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok tertentu." Dalam artian yang sama, peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa".
[3] masyarakat yang mempraktikkan pertanian secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota. "Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban manusia atau peradaban global). Sebuah peradaban pasti tidak akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi, dan IPTEK.

Selo Soemrdjan dan Soelaeman Soemardi menjelaskan bahwa kebudayaan dalam arti sebagai semua karya, rasa, dan cipta manusia di miliki oleh setiap masyarakat. Perbedaannya terletak pada kemajuan dan kesempurnaan: kebudayaan masyarakat yang satu lebih maju atau lebih sempurna dari pada kebudayaan masyarakat yang lain di dalam perkembangannya untuk memenuhi segala keperluan masyarakat. Biasanya kebudayaan masyarakat yang telah mencapai taraf perkembangan teknologi yang lebih tinggi di sebut peradaban.

Dalam The World University Ensyclopedia di jelaskan bahwa peradaban adalah comprising all phenomena of life of a certain period within wich battles, revolusions, the greatiest works of art, the lowest crimes, the change in a system of government and the change in the daily diet of urban population. ( semua phenomena kehidupan pada periode tertentu, termasuk di dalamnya adalah perang repolusi, karya seni terbaik, kejahatan yang paling rendah, perubahan system oemerintahan, dan perubahan makanan harian masyarakat urban).
Umat Islam perlu mengembangkan strategi kebudayaan untuk meningkatkan peran kebangsaan umat Islam. Namun, strategi kebudayaan tidak mudah dilakukan, apalagi setiap kelompok Muslim masih mempunyai agenda yang berbeda.
Strategi Fungsional peradaban
Bidang Keagamaan
Bidang pendidikan dan latihan
Bidang social dan budaya
Bidang informasi dan komunikasi
Bidang bisnis













PENUTUP
Alhamdulillah kelompok kami dapat menyelesaikan makalah Seminar Agama ini. Ternyata menyusun makalah ini, tidak semudah seperti yang kami bayangkan. Walaupun masih banyak kekurangan, mudah-mudahan makalah ini bisa di jadikan bahan untuk mata kuliah Seminar Agama.
Akhirnya, kami berharap makalah ini menjadi kontributif yang positif yang tidak ada hentinya. Tak henti untuk terus dikoreksi, tak henti untuk melahirkan berbagai motivasi dan inovasi serta tak henti untuk memberikan inspirasi kepada orang lain untuk juga memberikan kontribusi yang jauh lebih baik dari kami. Semoga.





























DAFTAR PUSTAKA

Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, Depag, Jakarta, 1986.
Drs. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT. Raja Grafindo persada, Jakarta, 1997.
Drs. H. M. Solikhin, Sejarah Peradaban Islam, Rosail, Semarang, 2005.
A. I. Sabra, dkk., Sumbangan Islam Kepada Sains dan Peradaban Dunia, Nuansa, Bandung, 2001. Prof.Dr.Jaih Mubarok,M.Ag, Ahmad Zain An-najah, MA,

Tidak ada komentar: